Mei 23, 2008

MERUMUSKAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

PENGANTAR

TIK

Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal mahasiswa adalah menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada mahasiswa. Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan instruksional khusus (TIK).

  1. pengertian tik

tujuan instruksional khusus adalah terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing biasanya menggunakan juga objective atau enabling objective, untuk membedakannya dari general instructional objective, goal, atau terminal objective, yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional akhir. Dalam program Applied Approach (AA), TIK disebut sasaran belajar.

Dick dan Carey (1985) mengulas bagaimana dunia pendidikan Amerika dipengaruhi oleh Roberth Mager untuk merumuskan TIK dengan kalimat yang jelas, pasti, dan dapat diukur sejak pertengahan tahun 1960. Maksudnya adalah TIK diungkapkan secara tertulis dan diinformasikan kepada mahasiswa sehingga mahasiswa dan pengajar memiliki pengertian yang sama tentang apa yang tercantum dalam TIK.

Pasti, artinya TIK tersebut mengandung satu pengertian, atau tidak mungkin ditafsirkan ke dalam pengertian yang lain. Untuk itu, TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable).

Dapat diukur, artinya bahwa tingkat pencapaian mahasiswa dalam perilaku yang ada dalam TIK itu dapat diukur dengan tes atau alat pengukur yang lain. Persoalan yang sering dihadapi dalam instruksional adalah: (1) banyak guru yang menulis tujuan instruksional berdasarkan daftar isi buku yang telah ada sehingga tujuan instruksional ditulis berdasarkan isi pelajaran. Seharusnya para guru melakukan sebaliknya. (2) tujuan instruksional sekedar dibuat, tetapi tidak dipraktekan dalam proses instruksional sehingga tidak menghasilkan dampak perubahan dalam kegiatan instruksional. Dick dan Carey menyebutkan bahwa penyebab keadaan tersebut adalah tidak dikaitkannya penulisan tujuan instruksional dengan proses penyusunan desain instruksional secara keseluruhan.

Para guru tersebut tidak melihat pengertian yang mendalam tentang kaitan antara penulisan tujuan instruksional tersebut dengan komponen-komponen lain dalam sisitem instruksional. Mereka lebih memandang penulisan tujuan instruksional tersebut sebagai teknik baru dalam menuliskan tujuan instruksional, sedangkan isi pelajaran, metode instruksional dan tes yang digunakannya tetap sama seperti yang digunakan selama ini. Inovasi itu terbatas pada penulisan tujuan instruksional itu saja.

Sejak awal tahun 1970 para guru di Indonesia dari tingkat SD sampai Sekolah Menengah telah ditatar dalam pengembangan instruiksional dengan menggunakan model PPSI (Program Pengembangan Sistem Instruksional. Di dalam kurikulum, tujuan instruksional umum dan isi pelajarn telah ditetapkan.

Para guru SD sampai SMTA tersebut harus meneruskannya dengan kegiatan analisis instruksional, identifikasi perilaku dan karakteristik siswa, perumusan TIK, penulisan tes, penentuan strategi instruksional dan pengembangan bahan instruksional bila bahan yang bersifat standar belum cukup.

Untuk yang terakhir ini yaitu bahan instruksional, departemen pendidikan nasional telah mengeluarkan buku pegangan yang dimaksudkan sebagai dasar dan patokan isi pelajaran secara nasional. Dengan tersedianya kurikulum nasional dan buku-buku tersebut, para guru masih harus mengembangkan sistem instruksionalnya yang sesuai dengan perilaku awal dan karakteristik awal siswa, serta fasilitas dan alat-alat yang ada di sekolah dan lingkungan masing-masing.

Tiga pertanyaan yang perlu dicari jawabannya adalah:

  1. Seberapa jauh pengajar melihat kedudukan tujuan instruksional tersebut sebagai dasar dalam menetapkan komponen-komponen lain dalam sistem instruksional?
  2. Seberapa jauh para pengajar tersebut menerapkan prosedur pengembangan instruksional dalam mempersiapkan kegiatan instruksionalnya?
  3. Seberapa jauh pengajar yang telah ditatar itu menggunakan desain instruksional yang telah disusunnya dalam kegiatan instruksional yang dilakukannya sehari-hari?

Perlu dicari pula dampak usaha peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap pengajar dalam pengembangan instruksional terhadap prestasi belajar mahasiswa.

Inovasi dalam sistem instruksional harus semakin mengarah pada dua hal, sebagai berikut:

  1. Ketrampilan teknis tentang penerapan proses pengembangan instruksional secara lebih cermat, teliti dan sistematis;
  2. Persuasi motivasi, supervise, serta monitoring terhadap praktek penggunaan ketrampilan teknis tersebut di dalam kelas sehari-hari.

Pentingnya menempatkan tujuan instruksional sebagai komponen awal dalam menyusun desain instruksional merupakan pusat perhatian pengembangan instruksional. Ia merupakan dasar dan pedoman bagi seluruh proses pengembangan instruksional selanjutnya. Perumusan TIK merupakan titik permulaan yang sesungguhnya dari proses pengembangan instruksional. Sedangkan proses sebelumnya, merupakan tahap pendahuluan untuk mrnghasilkan TIK.

Tujuan instruksional khusus merupakan satu-satunya dasar dalam menyusun kisi-kisi tes. Selanjutnya, tujuan instruksional merupakan pula alat untuk menguji validitas isi tes. Dalam menentukan isi pelajaran yang diajarkan, pengembangan instruksional merumuskannya berdasarkan perilaku yang ada dalam TIK. Dengan perkataan lain, isi pelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan apa yang akan dicapai. Itulah sebabnya dalam uraian terdahulu dinyatakan bahwa sebagian pengajar telah melakukan hal keliru karena membalik prinsip di atas, yaitu dengan melihat isi pelajaran dari dalam daftar isi buku untuk menyusun tujuan instruksional.

Demikian pula dalam memilih metode instruksional. Pengembang instruksional harus memilih metode tertentu untuk mencapai perilaku yang tercantum dalam tujuan. Dengan perkataan lain, metode instruksional dipilih berdasarkan perilaku yang ada dalam TIK.

Tujuan menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang akan dicapai pada akhir proses instruksional. Keberhasilan dalam mencapai tujuan merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan pelajar.

Bagaimana Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus

TIK antara lain digunakan untuk menyususn tes. Karena itu, TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk penyusunan tes sebagai penguukur perilaku yang terdapat di dalamnya. Unsur-unsur ini dikenal dengan ABCD (A=Audience, B=Behavior, C=Condition, dan D=Degree).

1. A=Audience

Audence adalah siswa atau mahasiswa yang belajar. Dalam tujusn instruksional khusus harus dijelaskan siapa yang akan mengikuti pelajaran. Keterangan tersebut diusahakan sespesifik mungkin agar sejak awal orang-orang yang tidak termasuk dalam batasan tersebut sadar bahwa bahan instruksional yang dirumuskan atas dasar TIK tersebut belum tentu sesuai bagi mereka. mungkin pula strategi yang digunakan di dalamnya dirasakan kurang sesuai. Mereka lebih senang kepada pemecahan masalah daripada uraian konsep, prinsip atau prosedur, karena mereka telah menguasainya dengan baik. Mereka bukan populasi sasaran yang dimaksud. Ini berarti, seseorang yang berada di luar populasi sasaran dari suatu sistem instruksional tetapi ingin mengikuti mata pelajaran tersebut, harus bersedia menempatkan diri seperti siswa atau mahasiswa yang menjadi sasaran sistem instruksional tersebut.

2. B=Behavior

Behavior adalah perilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai proses belajarnya. Perilaku ini terdiri dari dua bagian penting, yaitu: kata kerja dan objek. Kata kerja menunjukkan bagaimana siswa mendemontrasikan sesuatu seperti: menyebutkan, menjelaskan, menganalisis, menggergaji, dan melompat. Objek menunjukkan apa yang akan didemonstrasikan itu, misalnya: defenisi manajemen, cara menganalisis tujuan instruksional, laporan laba-rugi, dan gaya flop of bury. Komponen perilaku dalam tujuan instruksional khusus adalah tulang punggung TIK secara keseluruhan. Tanpa perilaku yang jelas, komponen yang lain tidak menjadi bermakna.

Contoh (gabungan kata kerja dan objek disatukan dalam bentuk prilaku):

  1. Menyebutkan defenisi manajemen;
  2. Menganalisis laporan laba-rugi;
  3. Menggergaji kayu;
  4. Melompat dengan gaya flop of bury.

3. C=Condition

Kondisi merupakan batasan yang dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan pada saat evaluasi, bukan pada saat ia belajar. Komponen ini memberi petunjuk kepada pengembang tes tentang kondisi atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki pada saat ia dites. Misalnya:

  1. Diberikan berbagai rumus mean, deviasi, standar, korelasi dan dua deret angka;
  2. Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan;
  3. Dengan diberikan kalimat-kalimat aktif dalam bahasa Indonesia;
  4. Diberikan kesempatan tiga kali percobaan.

Bila contoh kondisi di atas (komponen C) digabungkan dengan komponen A (siswa) dan B (perilaku), akan tersusun kalimat-kalimat sebagai berikut:

  1. Jika diberikan berbagai rumus mean, deviasi, standar, korelasi dan dua deret angka, lulusan jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung angka korelasi.
  2. Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan untuk menilai komponen-komponen dalam sistem instruksional, mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan semester I mampu menganalisis perbedaan berbagai model desain instruksional.
  3. Dengan diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris.
  4. Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan olah raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury.

Catatan: komponen C dalam TIK merupakan unsur penting pengembangan instruksional dalam menyusun tes.untuk tes pilihan ganda, misalnya, komponen C dalam TIK menjadi dasar penyusunan masalah (stem). Dengan kata lain butir tes harus relevan kondisi yang telah dijabarkan dalam TIK. Misalnya: dengan menggunakan rumus-rumus dibawah ini, hitunglah korelasi dua deret angka ini.

4. D=Degree

Pertanyaan mendasar yang dapat dijadikan petunjuk pengukuran keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku adalah seberapa baik mahasiswa diharapkan menampilkan perilaku tersebut?

Degree adalah tingkat keberhasilan mahasiswa mencapai perilaku tertentu dengan sempurna, tanpa salah, dalam waktu satu menit, dengan ketinggian 160 cm, atau ukuran tingkat keberhasilan yang lain. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu berarti mahasiswa belum mencapai tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.

Tingkat keberhasilan pencapaian TIK merupakan batas minimal yang digunakan untuk menyatakan bahwa penampilan perilaku mahasiswa untuk TIK tersebut dapat diterima. Apabila menurut hasil analisis instruksional perilaku dalam TIK merupakan perilaku prasyarat yang harus dikuasai lebih dahulu sebelum meneruskan mempelajari perilaku yang lain, kedudukan komponen D dan TIK yang bersangkutan menjadi sangat penting. Karena itu, tingkat keberhasilan 90% mungkin perlu digunakan untuk TIK tersebut.

Batas 80% atau 90% itu biasanya digunakan untuk menyatakan batas minimal penguasaan (level of mastery) mahasiswa terhadap perilaku. Prinsip yang serupa digunakan dalam sistem belajar tuntas, yaitu sistem belajar yang hanya memperkenankan mahasiswa maju ke bagian berikutnya apabila telah menguasai bagian sebelumnya. Untuk perilaku yang tidak menjadi prasyarat, batas tersebut dapat diturunkan, misalnya 65-70%. Untuk suatu perilaku yang harus dilakukan dengan benar, tidak boleh ada kesalahan, karena hal itu mengandung akibat bahaya besar, tingkat keberhasilan itu dapat menjadi 100% (sempurna). Misalnya: Menerbangkan pesawat tempur, melemparkan garnat, mencampur sat kimia yang berbahaya, atau tendangan pinalti dalam sepak bola.

Dalam merumuskan TIK, keempat komponen tersebut tidak selalu tersusun ABCD, tetapi sering CABD. Rumusan dengan CBAD lebih mudah diiukti bila ingin memperhatikan perumusan TIK dalam suatu kalimat. Contoh TIK menurut keempat komponen:

Warna hijau = komponen A (Audence)

Warna merah = komponen B (Behavior)

Warna biru = komponen C (Condition)

Warna pink = komponen (Degree)

Pola ABCD

  1. Mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi dengan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka yang diberikan, minimal 90% benar.
  2. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkan ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, paling sedikit 80% benar.
  3. Mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, minimal setinggi 165 cm.

Pola CABD

  1. Jika diberikan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi minimal 90% benar.
  2. Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris paling sedikit 80% benar.
  3. Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury minimal setinggi 165 cm.

Pola CBAD

  1. Jika diberikan rumus mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, kemampuan menghitung korelasi mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II minimal 90% benar.
  2. Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, kemampuan menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III paling sedikit 80% benar.
  3. Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, kemampuan melakukan lompat tinggi gaya flop of bury mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga minimal setinggi 165 cm.

3. Hubungan TIK dan Isi Pelajaran

Hubungan TIK dan isi pelajaran, antara lain:

  1. Dengan merumuskan TIK anda telah dapat menidentifikasi isi pelajaran serta menulis atau memilih bahan pelajaran.
  2. Isi Pelajaran untuk setiap TIK akan tergambar dalam strategi instruksional. Dengan perkataan lain rumusan isi pelajaran secara singkat akan dibuat oleh disainer strategi instruksional.


Tidak ada komentar: